INFO WISATA ■ Sejarah Pemerintahan di Pulau Selayar tak lepas dari sejarah kerajaan-kerajaan di tanah air. Mengingat letak pulau Selayar yang dinilai sangat strategis, antara wilayah timur dan wilayah barat Indonesia.
Kerajaan-kerajaan kecil di Kabupaten Kepulauan Selayar, diperkirakan mulai tumbuh dan berkembang pada kisaran Abad ke 13 atau yang lebih tepatnya, pada masa pemerintahan Majapahit, sebagaimana ungkapan catatan sejarah buku Kartagama Pupuh XIV.
Kitab Kartagama Karya Mpu Prapanca, telah secara jelas menyebutkan, nama pulau Selayar sebagai sebuah bagian tak terpisahkan dari wilayah kekuasaan Majapahit dan kemudian disusul oleh penyebutan status kedudukan Selayar pada Abad ke 17 yang pada masa itu, masih berada dibawah kekuasaan kerajaan Gowa.
Sosok We Tenri Dio adalah sosok yang dipercaya sebagai Tumanurung sehingga diminta oleh masyarakat Putabangun untuk menjadi Raja. We Tenri Dio sesuai Lontara Putabangun, adalah anak tengah dari Sawerigading.
Ketika ia didatangi Kausing dan Kausung untuk memintanya menjadi raja, ia tidak langsung menerima. Ia harus mendapat tanda dari Dewata. Iapun meminta agar masyarakat Selayar dikumpulkan.
Masyarakat Selayar yang telah berkumpul, diminta untuk berdiri dan menunduk. Saat itulah seluruh yang hadir melihat sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
We Tenri Dio menjelaskan, bahwa yang dilihat itu adalah “passapu dendang ri langi, kaso maduluang anging” yang berarti “kalau kita melihat langit, akan tampak tidak ada yang di atasnya dan tidak pula memiliki tiang penyangga”. Yang dimaksud dengan ungkapan itu adalah bate atau bendera yang sedang berkibar.
We Tenri Dio kemudian berkata; saya bersedia menjadi raja di Putabangun karena Dewata telah memberi izin.
Putabangun dulunya adalah ibukota Kesultanan Selayar. Dalam silsilah raja Putabangun yang terdapat atau tertulis di “lontara jangangjangang” raja pertama Putabangun adalah Tenri Dio, seorang wanita putri dari Sawerigading,
Tenri Dio ini mempunyai gaukang (lambang kerajaan) Gong Nekara atau gong besar, masyarakat sekitar menyebutnya Opu Gelemoni (raja tetapi tak bicara) yang letak kerajaannya di Bontobonto.
Gong ini adalah gong Nekara terbesar dan tertua di dunia merupakan peninggalan zaman perunggu ditemukan sekitar 2.000 tahun silam dan hanya ada dua, satunya berada di Cina. Bentuknya menyerupai dandang terbalik, garis tengah bidang pukul berukuran 126 cm dan tinggi 92 cm.gambar bermotif flora dan fauna terdiri dari gajah 16 ekor, burung 54 ekor, pohon sirih 11 buah dan ikan 18 ekor.
Sementara dipermukaan gong bagian atas terdapat 4 ekor arca berbentuk kodok dengan panjang 20 cm dan di samping terdapat 4 daun telinga yang berfungsi sebagian pegangan.
Menurut legenda yang terkait dengan gong nekara di Pulau Selayar, dikatakan bahwa ketika Sawerigading bersama isterinya (We Cuddai) dan ketiga putranya, La Galigo, Tenri Dio, dan Tenri Balobo kembali dari Cina, dalam perjalanannya menuju ke Luwu mereka singgah di Pulau Selayar dan langsung menuju ke suatu tempat yang disebut Putabangun dengan membawa sebuah nekara perunggu yang besar. Di tempat itu mereka dianggap sebagai Tumanurung.
Pada saat itulah Tenri Dio dianggap menjadi raja pertama di Putabangun dan menempatkan gong nekara itu sebagai kalompoang di Kerajaan Putabangun. Koleksi A A Cense, 07-1932..... selengkapnya baca di sumber artikel ini